Dari semua sifat buruk (istilah kekiniannya: red flag) yang ada, satu yang menurutku sangat fatal, "Lo yang salah, lo yang galak"
Penyakit ini, saya tidak tahu apa bisa disembuhkan atau tidak. Apa kamu punya teman seperti ini? Atau malah dirimu sendiri?
Dimensinya sangat luas: orang yang tidak mengakui kesalahannya, malah ngamuk dan lempar kesalahan ke orang lain, bisa dipastikan dia problematik luar dalam. Sikap ini bukan karena belum dewasa. Hanya saja, salah satu inti permasalahannya adalah kekacauan pola pikir: kamu tahu kamu salah, tapi sengaja denial. Gengsinya terlalu besar, egonya sekeras baja.
Faktor kesengajaan ini yang rumit. Sebab normalnya akal manusia itu jika tahu sesuatu itu salah, akan muncul sikap tertentu seperti menyesal, memperbaiki, dll. Akal manusia sehat akan otomatis melihat sesuatu itu salah sebagai kesalahan. Ini, akalnya bilang salah, tapi sikapnya memberikan pembelaan sebaliknya. Tidak singkron, sudah seperti barang elektronik yang masih nyala tapi tombolnya eror.
Memperbaiki kebodohan itu gampang.
Pengalamanku, saya sering melihat pembohong yang berubah jadi jujur (tentu saja, tidak semudah itu). Anak malas jadi rajin. Boros jadi hemat. Sampai pada usiaku sekarang, saya belum melihat "obat" dari sikap denial dari kesalahan ini (bahkan, meskipun kubilang pengkhianatan merupakan kejahatan nomor satu, tapi banyak juga pengkhianat yang tobat).
Di dunia profesional, sikap mengakui kesalahan menjadi sangat mahal dimiliki. Serius
Semisal di suatu proyek tim, ternyata bagianmu ada kesalahan, sebaiknya bilang terus terang ke ketua tim atau yang bertanggung jawab di situ. Biar segera diperbaiki oleh yang lain. Diam saja menjadi masalah. Tidak mengakui bahwa itu bagianmu apalagi sampai menuduh anggota lain, itu berarti kamu sendiri yang menghancurkan tim itu. Penyakit yang berbahaya sekali.
Manusia itu tempatnya salah dan lupa, itu benar. Jika salah, teledor, merusak sesuatu, apapun bentuknya, akui jika memang itu ulahmu. Ini lebih dari sekadar tanggung jawab (yang membuktikan luasnya hatimu), tapi sekaligus menyelamatkan lebih banyak hal di luar lingkaran. Kan dokter lebih mudah mengobati pasien yang langsung bilang sakitnya di mana.
Saya tidak bercanda: secantik/seganteng apapun dirimu, sehebat apapun prestasimu, jika kamu punya penyakit satu ini, Monmaap, "nilai"mu terjun bebas. Tidak berharga. Dari sudut pandang atasan atau semacamnya, lebih baik punya pegawai yang ketika melakukan eror dia langsung konfirmasi (meskipun toh misal kena potong gaji) daripada ketika salah ditegur malah ngamuk, ya tidak ada potong gaji, diusir selamanya udah.
Jika kamu memilikinya, segera diatasi. Jika tidak punya, pastikan untuk tidak pernah memilikinya. Akui saja jika salah atas suatu hal, biasa saja, diperbaiki, ada komitmen tidak mengulangi, gitu.
Apalagi dalam konteks pendidikan, jujur mengakui kesalahan dan kekurangan ke Guru, ke pelatih, ke pembimbing justru menjadi kunci suksesnya pendidikan itu. Bilang saja apa adanya kalau otakmu lelet, kalau tidak menguasai ini ini, kalau baru pertama coba, kalau kalah, kalau salah, pasien yang cepat sembuh itu yang kooperatif, bukan yang pakai topeng kepalsuan.
Yatapi seringkali kita begitu takut menyampaikan kebenaran, khawatir seseorang itu kecewa lalu pergi, melukai hatinya dan tidak memaafkan kita, ini pemikiran yang wajar bila berhubungan dengan orang yang spesial.
Tidak ada satu pun pilihan yang bebas risiko, ingat?
Tips: jika kamu melakukan suatu kesalahan lalu terus terang, eh ternyata dia memaafkan dan menghargai kejujuranmu, ini kabar baik, sebab ini berarti kamu telah menemukan seseorang yang sangat layak dijadikan kawan duduk selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar