Minggu, 16 Maret 2025

Tidak Terpilih

Kalian pasti sering melihat momen semisal ada puluhan orang di satu lokasi diminta saling memilih untuk jadi tim, akan terbentuk tim orang-orang pintarn. Tentu yang hebat sudah pasti berkumpul dengan yang hebat lainnya, atau juga saling berkumpul karena sudah saling mengenal, bisa juga karena alasan yang sederhana: memilih mana yang cakep.

Itu umum terjadi, tidak bisa disalahkan begitu saja. Terjadi di banyak tempat dengan situasi yang berbeda. Itu membuat perbedaan yang jelas jika diperhatikan, bahwa selalu ada orang-orang yang tidak terpilih di sana. Duduk menyendiri bukan karena alergi terhadap manusia, tapi karena tidak terpilih.

Pernah di suatu hari, momen itu terjadi: orang-orang terpilih itu sudah sibuk berbicara dengan yang terpilih lainnya. Sirkel rangorang elit memang keren. Saya muter, lalu ikut duduk dengan satu orang di kursi belakang dekat jendela. Dia orang yang tidak terpilih yang kumaksud, bertanya kenapa saya mendatanginya, "Di sana berisik" kubilang, "Toh levelku belum sampai di sana".

Alasanku itu benar, bukan mengada-ada. Akhirnya kami ngobrol banyak dan berteman baik hingga hari ini. Alurnya sudah mirip dengan cerita cerpen, ya? Itu kulakukan sejak lama.

Kenapa? Karena untuk diterima sebagai bagian dari sirkel rangorang elit itu sulit. Mereka tidak melulu sombong, tapi selektif. Misalnya, kamu harus memiliki prestasi yang minimal sama dengan mereka agar diakui dan diterima semeja di sana. Pun jika sudah setara sekalipun, masih belum bisa masuk semudah itu. Di momen yang terbatas waktu, menurutku amat sangat rugi jika menghabiskan waktu berusaha masuk ke sirkel elit itu. Bukan orang terpilih, sederhana saja.

Coba sesekali lakukan apa yang kusampaikan ini. Sebab yang tidak terpilih tidak melulu toksik atau payah. Biasanya karena sistem, atau juga faktor-faktor lain seperti kepribadiannya yang introver (diakui atau tidak, ekstrover selalu dianggap lebih baik jika di aspek sosial), tidak bisa caper ke "atasan" atau semacamnya

Cari mereka di belakang. Tidak berkerumun di depan itu. Juga secara pertemanan jangka panjang, orang-orang yang tidak terpilih itu cenderung lebih awet. Menyenangkan sekali punya teman yang selalu jadi teman sampai nanti. Tidak terpilih ya, gapapa. Saya pun begitu

Ada satu cerita tentang ini.

Sebut saja Siti, anak yang cukup berbakat di bidangnya. Dia mendapatkan emas di event provinsi dan bersiap menuju ke perlombaan nasional. Di Jatim, biasa dilakukan pendampingan lanjutan untuk memilih siapa yang siap dilombakan ke nasional. Pendampingan ini diikuti oleh 3 peraih nilai tertinggi di lomba sebelumnya. Siti ini sudah di atas angin. Dia tekun dan dianggap siap oleh pelatihnya. Sampai suatu hari, Siti mengundurkan diri dengan alasan yang kurang jelas. Pelatihnya mencoba memaklumi, dan akhirnya naiklah nama Dewi sebagai pengganti Siti. Dewi sebelumnya meraih medali perak, pemain lama yang juga tak kalah potensial. Usianya juga lebih tua dari Siti

Waktu berlalu. Sayangnya, Dewi ini bukan anak yang tekun. Kurang giat berlatih dan terkesan menyepelekan. Hal ini membuat gusar pelatihnya, sebab cabang ini termasuk diunggulkan jadi juara di nasional. Pelatih bahkan seluruh pengurus mencoba membujuk Siti agar bersedia kembali untuk mewakili ke nasional. Dia tetap menolak, dan setelah didesak terus, terungkap alasannya mengundurkan diri

Alasannya adalah, "Sungkan"

Siti sungkan dengan Dewi, yang dia anggap seniornya ketika di tempat latihannya dulu itu. Siti merasa bahwa Dewi saja yang harus dikirim ke nasional. Dia tidak enak jika harus mengambil "jatah" itu meskipun dia sendiri peraih medali emas. Siti berpikir, "jatah" itu sebaiknya dikasih ke seniornya

Begitulah, terpilih dan tidak terpilih, manusia memang sulit dimengerti

Catatan Kapten!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pergi ke mana cita-cita itu?

Anak manusia alaminya lahir dan tumbuh besar bersama impiannya. Coba tanya anak kecil. Mereka pasti punya, terlepas apakah itu logis atau ti...