Anak manusia alaminya lahir dan tumbuh besar bersama impiannya. Coba tanya anak kecil. Mereka pasti punya, terlepas apakah itu logis atau tidak (misal pengen jadi Spiderman kayak saya).
Fokus ke inti persoalan. Ada beberapa hal yang menjadi sumber masalah di sini.
Yang paling mendasar: tidak punya pendirian tegas
Ini kemudian menyebabkan hidup melulu mendengarkan orang lain dan mengabaikan suara hatinya sendiri. Lebih jauh, ini juga yang membuat hidup mengalir saja. Hidup asal hidup, ngga ada ambisi ngga ada yang diperjuangkan.
Penyebab yang lain tentu banyak, yang menyebab seiring bertambahnya usia, cita-cita itu menguap.
Bukan tentang besar atau kecilnya cita-cita, tapi tentang punya dan tidaknya. Kalau ngga punya (atau pernah punya tapi kini tidak), naini bahaya.
Api yang sudah redup, perlu dinyalakan kembali
Caranya? Gampang
Sebelum itu, identifikasi dulu beban apa yang kamu emban sekarang. Kenali ini dulu, jelas dan objektif. Apapun boleh. Identifikasi ini kalau berhasil, bisa menemukan kekurangan dirimu sendiri, serta batasannya. Sayangnya, ini seringkali gagal dilakukan karena malas (akibat sikap mudah menyerah terhadap masa depan atau kapok).
Jika syarat itu terpenuhi, mari kita obati
Saya akan fokus sesuai dengan pertanyaan awal: mengisi kekosongan. Jika memang kosong tidak tahu apa yang ingin-harus dilakukan, ada dua pilihan:
Kebutuhan & Keinginan.
Kebutuhan ini mudahnya kembali ke situasi dirimu sekarang sedang disibukkan oleh apa. Kerja apa, tanggung jawab apa, dst. Ini butuh penerimaan hati. Rasa ikhlas.
Keinginan, bisa diputuskan untuk mengambil kembali cita-cita masa dulu atau bikin baru. Di sini butuh keberanian.
"Sekarang coba sampaikan ke saya apa yang sebenarnya ingin sampeyan lakukan, yang ingin dimulai dan dimiliki".
Pertanyaan ini selalu saya tanyakan kalau diharuskan menangani anak-anak bingung seperti itu. Harus tegas, jujur dan apa adanya. Kalau ini bisa dijawab, selebihnya aman.
Tips: coba tulis, bikin Blueprint sederhana. Tahun ini ingin apa, tahun depan ingin apa.
Ini tidak dimaksudkan untuk membuat rencana hidup. Ini untuk menggali jawaban. Nanti akan jelas, yang jawab itu hati, akal, atau nafsu. Cara membedakannya? Lakukan dulu, nanti jelas sendiri. Kebiasaan buruk kalian adalah takut dulu sebelum mulai.
Nanti muncul alur yang kubilang ideal: yang bicara hati, yang mengolah akal. Contoh, setelah sekian hal ditulis, akhirnya hati bicara bahwa "Ah, saya ingin bikin usaha"
Keinginan abstrak ini diterima oleh akal, diolah, berapa kemungkinan terealisasi (untuk saat ini), apa saja syaratnya (supaya itu tercapai) dst.
Jika benar-benar kosong, saya sarankan untuk jalan-jalan sebentar. Jalan kaki atau motoran, pokoknya keluar. Jangan melulu mengurung diri di kamar. Lihat dunia luar. Lebih baik jika bisa ngobrol topik deep talk dengan seseorang yang bijaksana.
Wajib untuk tidak buru-buru. Apalagi yang merasa usianya sudah tidak lagi mudah nih, penyakit kalian itu merasa kayak udah tua dan kayak besok pagi dah mau mati. Tenang, sabar.
Serta satu fondasi yang wajib diafirmasi: bahwa tiap orang itu unik dengan jalan ceritanya masing-masing.
Kegagalan dan keberhasilan orang lain, itu ceritanya. Layak untuk tahu demi dipelajari, tidak untuk 100% diikuti apalagi iri hati. Ingat, harus tegas.
Jika benar-benar masih bingung mentok ngga nemu, maka satu saran yang teruji ampuh: Tombo Ati no 3
Pokoknya join perkumpulan, kegiatan, komunitas (entah luring atau daring) atau apapun yang positif. Paksa diri untuk sibuk. Contoh mudah, ada agenda RT kerja bakti, gas join.
Cara terakhir ini yang paling sering kupakai, meski harus memaksa di awal. Ya lambat. Untuk catatan, saya adalah penganut ideologi "Mindset itu ngga sepenting itu" karena yang lebih penting bukan mindset, bukan teori, tapi habit.
Mudahnya, pokoknya paksa diri untuk aktif jamaah di masjid. Urusan keimanan dan kesalehan itu diatur kemudian.